Tapanuli Selatan,
//portalsumuttabagsel.com||- Ketua DPD Waktu Indonesia Bergerak (WIB) Tapanuli Selatan, Burhanuddin Hutasuhut menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin lamban dalam menangani kasus dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sempat mencuat beberapa bulan terakhir di wilayah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel).
Isu yang menjadi perbincangan hangat ditengah tengah masyarakat ini dinilai mandek, meskipun sebelumnya KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut. Salah satu warga, yang enggan disebutkan namanya dan hanya dikenal sebagai Ucok, mengungkapkan kebingungannya atas minimnya perkembangan informasi di media terkait proses hukum yang berjalan.
Menurut Burhanuddin Hutasuhut lambatnya penanganan kasus ini menimbulkan kecurigaan publik, terlebih karena dalam daftar KPK disebutkan adanya nama-nama lain yang turut terseret, termasuk Bupati Tapanuli Selatan saat ini, Gus Irawan Pasaribu.
Gus Irawan diketahui menjabat sebagai anggota DPR RI Komisi XI pada saat dugaan penyalahgunaan dana CSR terjadi, dan kini terpilih sebagai Bupati Tapsel periode 2024–2029.
”Masyarakat sudah tahu kalau nama Bupati Tapsel ikut terseret. Bahkan baru-baru ini sudah ada aksi orasi di depan kantor bupati, dan mereka menyatakan akan kembali menggelar orasi jilid II jika tidak ada kejelasan dari KPK,” ujar Burhanuddin kepada awak media.
Ketua DPD WIB Tapanuli Selatan Burhanuddin Hutasuhut juga menegaskan bahwa jika dalam waktu dekat tidak ada perkembangan dari pihak KPK, Perkumpulan WIB Tapanuli Selatan akan berangkat ke Jakarta untuk mempertanyakan dan mendesak kejelasan penyelesaian kasus ini secara langsung.
”Kami dari WIB Tapanuli Selatan tidak akan membiarkan hukum di tanah Dalihan Natolu ini dipermainkan. Kami akan terus mengawal proses ini hingga tuntas, demi keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat Tapanuli Selatan,” tegas
Burhanuddin, masyarakat Tabagsel yang kini menanti langkah tegas KPK untuk menuntaskan pengusutan kasus yang dianggap menyangkut kepentingan publik dan integritas pejabat daerah,” tutupnya