Padangsidimpuan,
//portalsumuttabagel.com||- salah satu pusat Kota Padangsidimpuan, di pagi hari dengan cuaca gerimis terlihat terasa berbeda ketika Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Padangsidimpuan, Khairul Arief, tampak duduk santai di sebuah meja kayu di Cafe Hijrah.
Secangkir kopi hitam mengepul, aroma robusta lokal memenuhi udara, dan percakapan ringan mengalir di antara tawa dan diskusi serius.
Bagi sebagian orang, nongkrong di kafe hanya sekadar mengisi waktu luang. Namun, bagi Khairul Arief, setiap tegukan kopi adalah ruang refleksi, sekaligus tempat membangun gagasan.
“Ngopi itu bukan hanya soal minum kopi, tapi soal bertemu, berdialog, dan merawat semangat kebersamaan, ” ujarnya sambil tersenyum.
Cafe Hijrah yang terletak tak jauh dari pusat kota memang dikenal sebagai tempat para jurnalis, anak muda, pegiat literasi, hingga komunitas kreatif berkumpul.
Bagi Arief, kafe semacam ini bisa menjadi laboratorium gagasan. Dari obrolan ringan soal kehidupan sehari-hari, sampai wacana besar tentang masa depan media siber dan peran jurnalis di era digital.
“ Kadang ide terbaik lahir dari obrolan sederhana, di meja kopi, ” tambahnya. Ia mencontohkan, banyak program SMSI berawal dari perbincangan santai seperti ini, sebelum akhirnya diwujudkan dalam agenda nyata.
Sebagai Ketua SMSI, Arief tak hanya bicara tentang organisasi, tetapi juga tentang bagaimana media mampu memberi manfaat bagi masyarakat. Ia percaya, jurnalisme bukan sekadar menyajikan informasi, tetapi juga menghadirkan solusi dan menginspirasi perubahan.
Ngopi pagi itu tak hanya menghadirkan rasa hangat dari secangkir kopi, tapi juga memperlihatkan sisi manusiawi seorang pemimpin organisasi media. Santai, terbuka dan dekat dengan siapa saja. Dari mahasiswa, aktivis, hingga pelaku UMKM yang kebetulan duduk di meja sebelah, semua bisa diajak bicara.
Cafe Hijrah pun seolah menjadi saksi bagaimana sebuah komunitas kecil bisa tumbuh dari secangkir kopi. Di sana, obrolan tentang jurnalisme, peran media lokal, hingga isu-isu pembangunan kota mengalir tanpa sekat.
“ Di meja kopi, semua bisa setara. Tidak ada sekat jabatan. Yang ada hanya gagasan, kejujuran, dan kebersamaan, ” ujar Arief sebelum menutup perbincangan.
Pagi itu menjelang siang, kopi pun habis. Namun, yang tersisa bukan hanya ampas di dasar gelas, melainkan ide-ide baru yang siap dibawa pulang untuk kemudian diwujudkan.
Bagi Khairul Arief, nongkrong di kafe bukanlah sekadar gaya hidup, melainkan sebuah cara menjaga nyala semangat, bahwa media dan masyarakat selalu punya ruang untuk tumbuh bersama.